Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai
peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok
masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit)
dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui
bank kelebihan dana
-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang
memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
google image |
Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai
peminjam dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana
di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian pula bank
memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memerlukan dana berdasarkan kemampuan
mereka membayar tingkat bunga tertentu. Hubungan antara bank dengan nasabahnya
adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara Bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan antara penyandang dana (shahib al maal) dengan pengelola dana
(mudharib). Oleh karena itu tingkat laba Bank Syariah bukan saja berpengaruh
terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh
terhadap bagi-hasil yang dapat diberikan kepada nasabah menyimpan dana. Dengan
demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan
harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (professional investment
manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary
dan kemampuannya menghasilkan laba.
1. Sumber-sumber Dana Bank Syariah
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya
menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa
pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah
bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat
apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk
tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai
yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik
bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang
lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan
ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Berdasarkan
data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri,
ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam
kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8 % dari total aktiva bank. Bahkan di
Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank
belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar
modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembaga keuangan lain dan pinjaman
likuiditas dari Bank Sentral.
Dalam pandangan syariah uang bukanlah merupakan suatu komoditi melainkan hanya
sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value).
Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana "uang
mengembang-biakkan uang", tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam
kegiatan produktif atau tidak.
Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi
dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui transaksi
seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa dan lain-lain, atau
secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau
seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan prinsip tersebut Bank Syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau
masyarakat dalam bentuk :
1. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembalian nya (guaranteed
deposit) tetepi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan;
2. Partisipsi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account)
untuk investasi umum (general investment account / mudharabah mutlaqah) dimana
bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portfolio yang
didanai dengan modal tersebut;
3. Investasi khusus (special investment account / mudharabah muqayyadah) di
mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank
tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambiil resiko atas
investasi itu.
Tulisan: Drs. Zainul Arifin
sumber www.tazkiaonline.com